Page 123 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 123
Kau gigit lidah, menahannya supaya tidak bergerak meng-
hitung suara tokek. Namun kau tetap menghitungnya: satu,
dua, tiga, dan suara tokek lenyap pada hitungan ke sebelas,
digantikan bunyi langkah menyeret plastik beserta bayangan
yang melintasi gorden kamarmu. Mencium aroma kentang
hangus, kau buru-buru menahan napas. Lantas terdengar
bunyi pintu diketuk, terasa dekat tapi mengambang. Keper-
cayaan dirimu tambah goyah. Kau tak tahu, apakah bunyi
ketukan itu berasal dari pintu kamarmu atau pintu kamar
lain atau pintu di dalam benakmu. Yang kau tahu tanda-tan-
da itu cocok betul dengan cerita tentang hantu tanpa kepala,
yang mengetuk pintu-pintu untuk mencari tahu keberadaan
kepalanya. Jika kau tak tahu kepalanya berada, kepalamu
akan diambil sebagai gantinya.
Nyalimu mengempis. Kau pegangi leher. Saking ta-
kutnya, kau kira ada yang mencekik lehermu, padahal itu
tanganmu sendiri. Kau juga tak sempat berpikir, kenapa
hantu yang mampu tembus tembok harus repot-repot me-
ngetuk pintu. Tentu bukan karena hantu menjunjung ting-
gi tata kerama. Rasa takut berlebihan telah benar-benar
menelan habis isi kepalamu!
Kau berlindung di balik selimut dan mendadak religius:
merapal macam-macam doa, termasuk doa masuk tempat
buang hajat. Kau menggiling doa dengan lidah dan bibir ter-
bata-bata, terus, hingga tipis kesadaranmu. Kau pun tertidur
dan bermimpi menggebuki kepalaku.
Bangun-bangun kau mendapati demam di sekujur ba-
dan. Dan tangan kananmu terasa perih, kau angkat gemetar,
105

