Page 125 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 125

Bantal, guling, dan seprai kau jemur di halaman. Korden
               dan jendala kau buka lebar-lebar, biar cahaya dan panas ma-
               suk kamar. Lalu menyapu. Lalu mengepel. Lalu membeli
               lampu LED 20Watt, lalu memasangnya. Lalu beribadah. Lalu
               mengambil bantal, guling, dan seprai yang tadi kau jemur.
               Lalu merapikan kamar. Lalu mandi. Lalu makan. Lalu malam
               datang. Lalu kau tertidur karena kenyang dan kecapekan.
                   Kau bangun dengan badan segar dan senyum kekanak-
               kanakan. Semalam tidurmu nyenyak. Tak ada lagi hantu yang
               mengganggu, pikirmu. Sejak hari itu, kau tak lagi mencemas-
               kan hantu. Kau hanya akan cemas ketika kamarmu mulai
               ngeres, agak lembap, remang, atau ketika kau hampir lengah
               ibadah. Dan aku selalu ada dalam kecemasanmu.
                                       ***


               Bapakmu wartawan sepak bola dan ibumu penjahit kostum
               olahraga. Itu yang tanpa kau sadari turut menanamkan mi-
               natmu pada sepak bola. Di sekolah, kau benar-benar memi-
               lih masuk ekstrakulikuler sepak bola, aktif berlatih, pulang
               membawa letih, dan pikiranmu soal hantu kian teralih.
                   Tujuh bulan sepertinya kau hidup bahagia—tanpa
               demam, begadang, dan gangguan tak kasat mata. Pada bulan
               ke delapan, katanya wabah datang. Kegiatan di sekolah ter-
               paksa dihentikan. Kau pun riang, yey libur panjang! Sebagai
               tunjangan belajar, kau juga dapat kuota internet gratisan.
                   Awalnya kau tetap bermain bola di lapangan sekolah.
               Lama-kelamaan bermacam larangan dipasang di mana-ma-
               na. Satu per satu teman sekolahmu mulai memenjarakan


                                      107
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130