Page 127 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
        P. 127
     kan. Kau juga tahu, hantu tak kasat mata, hanya orang-orang
               tertentu yang mampu melihatnya. Dan ingat, hantu yang
               anti-kebersihan itu pernah memberimu paranoia, demam,
               juga ancaman kematian.
                   Mesin pencarian di ponselmu berhenti bekerja, sedang-
               kan badanmu makin menggigil. Kau geletakkan ponsel di
               atas bantal, lantas menyentuh jidat: sangat panas sekaligus
               sangat dingin. Kau kehilangan kemampuan untuk membe-
               dakannya. Dan kau tak tahu apa yang harus dilakukan. Kau
               hanya telentang dan menatap langit-langit kamar. Seketika
               kau rindu bapak dan bunyi papan ketik yang diketuk keras-
               keras, ibu beserta derit mesin jahit, dan gerisik televisi yang
               terjaga meskipun telah kehabisan siaran.
                   Kau ambil ponsel lagi, coba menelepon bapak untuk
               mengabarkan kesehatanmu, yang keluar malah suara pe-
               rempuan: maaf pulsa Anda tidak cukup untuk melakukan
               panggilan. Kau cek pulsa dan kuota: pulsa 0, kuota reguler
               0, kuota belajar 50GB. Kau coba telepon bapak lewat media
               sosial, tak terhubung juga. Kau hela napas tanpa daya. Ya,
               harusnya kau tahu, menghubungi bapak bukanlah aktivitas
               edukasi yang bersubsidi.
                   Kau terbaring lemas dan kedinginan. Dan hantu pun
               datang, menirukan bunyi lambung, denyut jantung, dan
               sengal napasmu—menyaringkannya berkali-kali lipat. Tak
               ada orang yang mendengarnya, selain dirimu sendiri. Lalu
               kepalamu begitu ringan. Tenggorokanmu gatal. Kau terba-
               tuk-batuk tanpa suara. Lalu gelap dan terang bercampur.
               Kau merasa antara mati dan bermimpi—menjadi bintik hi-
                                      109





