Page 131 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
        P. 131
     lebaran. Saya berniat merasakan perih perantauan seperti
               saran teman saya. Kami memutuskan pergi ke Denpasar
               selesai pekerjaan dari Banyuwangi. Beberapa hari men-
               jelang lebaran, waktu masih terasa biasa. Namun ketika
               memasuki jam berbuka puasa, tepat di malam lebaran,
               tiba-tiba tubuh saya limbung. Dari Jogja, ayah menelepon
               menanyakan kabar perjalanan saya. Ayah bercerita tentang
               masakan ibu.
                   Kami sedang membeli bensin saat ayahku menelepon.
               Setelah mendapat telepon ayah, saya terduduk di aspal kare-
               na tiba-tiba dilanda kesedihan yang dalam. Ini kali pertama
               dalam hidup saya merayakan malam lebaran tidak bersama
               keluarga.
                   Saya tidak ingat, setelah itu motor sewaan itu kami
               parkirkan di mana. Dengan perasaan yang emosional saya
               pergi ke sebuah agen pesawat dan ingin segera memesan ti-
               ket pulang. Kami bertengkar, kekasih saya bilang tidak bisa
               bertindak spontan dalam perjalanan berkelompok, meskipun
               kelompoknya hanya kami berdua saja. Saya pun dengan ke-
               sal keluar dari kantor agen pesawat dan berjalan sepanjang
               trotoar. Hari itu saya merasakan sedih yang bertumpuk.
               Pertama, ide untuk berlebaran tanpa keluarga, artinya tidak
               dapat memakan masakan ibu yang hanya dibuat khusus di
               hari Lebaran, adalah sebuah kesalahan. Kesedihan berikut-
               nya di malam lebaran kami tidak mendengar suara takbir.
                   Merana, barangkali kalimat itu yang pas menggam-
               barkan suasana hati saya. Terbayang kuah opor bikinan ibu
               yang akan tumpah di baju baru karena begitu rakus ingin
                                      113





