Page 115 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 115
“Andai, kau mau aku ajak terbang. Kau pasti senang.
Dari atas langit semua tampak kecil. Tampak seperti hal-hal
yang tidak penting. Sementara, di udara, di dekat mega-me-
ga yang menggumpal, kau tampak nyata, cantik tidak ada
tandingannya.” Kata-kata itu terdengar seperti gombalan,
tetapi dikatakannya dengan sungguh-sungguh.
Si Dokter tetap memberi isyarat yang sama. Tanpa
membalas kata atau bersuara karena berisiko mengeluarkan
droplet. Namun, diam-diam ia melihat saku baju laki-laki
itu yang tertembus tinta hitam, dan sebuah spidol yang ia
tidak terlalu jelas melihat bermerek apa. Mungkin Snowman.
“Tidak ada yang mau aku ajak terbang. Semua me-
nganggap aku sebagai orang gila. Padahal aku punya sayap.
Aku memang benar-benar bisa terbang!”
Dokter itu akhirnya terdiam. Alat rapid ia letakkan.
Matanya serius memandang laki-laki itu.
“Apakah kau yang menggambar sayap di toilet dan
menanyakan apakah ada yang mau kau ajak terbang?” ta-
nya dokter itu.
Laki-laki itu mengangguk. Tetapi, sangat lemah. Tidak
ada keyakinan bahwa dokter perempuan itu mulai tertarik
pada dirinya.
“Apa kau yakin ada orang yang percaya padamu?”
“Aku yakin itu. Hanya aku harus bersabar. Tetapi, aku
sangat yakin. Sebab, terbang itu menyenangkan.”
Mereka berdua tanpa sengaja saling menatap.
“Jangan bilang kau mulai menyukaiku,” kata laki-laki itu
tidak terlalu jelas karena nadanya teramat lirih dan suaranya
97

