Page 140 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 140
sungai yang membelah lembah ini?”
Osong hanya diam, yang terdengar hanya salakan an-
jing-anjingnya. Dan anjing-anjing itu kian menarik-narik
Osong, sepertinya mereka sudah tidak sabar untuk berjalan
kembali mengitari jalanan kampung. “Ah, barangkali!” tutup
Osong. Ia lalu menarik tali-tali kala anjingnya, membawanya
berjalan kembali.
Saya yang ditinggal Osong sendirian di atas sepeda
motor bebek butut hanya mampu menatap nanar langkah
Osong dengan anjing-anjingnya itu semakin menjauh.
***
Benar saja, barangkali malam ini puncak dari peringatan
bala itu. Kampung Lembah Tajapik terasa begitu sunyi dan
mencekam. Langit tidaklah gelap gulita, bintang-bintang
bertaburan di atas sana, ditambah dengan bulan separuh bu-
lat menggantung. Walau begitu, kesunyian tetap benar-benar
terasa. Biasanya lepau-lepau kopi yang berserakan hampir di
setiap sudut kampung padat, penuh sesak oleh orang-orang
yang melepas penat setelah seharian di ladang.
Malam ini, tidak ada satu pun orang yang keluar dari
rumah mereka. Bahkan lepau-lepau kopi tempat menam-
pung orang-orang itu pun tutup, para pemiliknya juga lebih
memilih untuk mengurung dalam rumah.
Malam semakin naik. Kesunyian tidak semakin sunyi,
namun cekaman semakin mencekam. Udara malam semakin
wangi. Wanginya semakin pekat. Pekatnya semakin tajam
menusuk hidung. Bahkan saking tajamnya, orang-orang
122

