Page 143 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 143
akan merasa terjebak. Hidup saya berjalan seperti biasa asal
bersama koleksi buku dan film di kamar. Uang saku saya
masih lebih dari cukup untuk memesan makanan siap antar
tiga kali sehari. Hampir tiada satu pun keadaan yang me-
maksa saya mempertaruhkan nyawa dengan keluar rumah.
Selama ini, saya tinggal di rumah kontrakan dengan tiga
orang kawan. Masing-masing menempati kamar sendiri. Ide
mengontrak ini saya cetuskan lantaran harga sewa kamar kos
yang dulu kami huni naik sesuai tarif kos eksklusif. Orang
tua saya tentu masih sanggup untuk membayar kenaikan
harga sewa kamar anaknya. Papa dan Mama pengusaha
garmen. Mereka berdua selalu mencukupi kebutuhan saya
selama kuliah. Pesan mereka hanya satu, terus-menerus di-
ulang kepada saya; kelak bisnis keluarga harus diteruskan
oleh seorang berpendidikan tinggi. Oleh sebab kepercayaan
itu, saya tak pernah menyia-nyiakan masa kuliah. Di an-
tara kawan-kawan sekontrakan, sayalah yang paling rajin
belajar hingga membatasi pergaulan. Berpindah ke rumah
kontrakan hanya salah satu cara saya untuk merawat ling-
karan kecil pertemanan, yang sering kami sebut The Beatles
cabang Ketintang.
Dari dulu, saya merasa cukup mempunyai sedikit
teman. Ketiga kawan kontrakan saya adalah teman-teman
saya sejak enam tahun yang lalu, sejak menjadi mahasiswa
baru. Meski kami berbeda pendidikan, watak, dan ambisi,
kami sangat kompak menjalani kehidupan bersama sebagai
mahasiswa. Play Station adalah pemersatu kami pada mu-
lanya. Kami layaknya empat bersaudara, saling tolong-me-
125

