Page 148 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 148
Jodi lain cerita. Sementara orang-orang mengeluh
menjadi semakin malas karena sanggup rebahan sepan-
jang hari tanpa melakukan apa pun, Jodi adalah orang yang
paling “bekerja keras” di rumah. Oleh sebab perkumpulan
politiknya vakum selama masa karantina, Jodi kehilangan
minat keluar rumah kontrakan, bahkan untuk berpacaran
sekali pun. “Sesungguhnya, masih banyak isu yang bisa di-
garap. Para pengurus mulai sibuk menggeser agenda menja-
di program kemanusiaan Covid-19. Penggalangan dana
bagiku tidak menarik. Sudah banyak yang melakukannya.
Aku butuh sesuatu yang lebih sistemik yang bisa digarap,
pemantauan terhadap kebijakan negara yang rawan pe-
nyalahgunaan, penelitian terhadap pemubaziran anggaran
negara terkait mitigasi pandemi, atau hal yang lebih seksi
seperti pendataan buruh dan usaha mikro yang terdampak
di satu provinsi. Kalau sekadar bagi-bagi masker dan pencuci
tangan gratis, divisi sosial toko waralaba pun melakukannya.
Kenapa semua orang berpikir solusi yang sama? Kampanye
hal yang sama?”
Mendengar gerutuan Jodi, saya hanya menanggapi
bahwa alangkah baiknya jika ia menyentuh skripsinya lagi.
Mumpung kegiatan berkumpul dilarang, dan aktivitas di
luar rumah dibatasi. Jodi seperti tak punya pilihan lain. Ia
mulai sering terlihat di depan layar laptop. Suatu hari, saya
tak sengaja menguping, sebab kamar kami bersebelahan,
suara Jodi terdengar serak akibat menahan gumpalan tangis.
Ayahnya, seorang manajer di sebuah perusahaan besar di-
rumahkan permanen. Bagai lecutan cambuk, kabar buruk
130

