Page 146 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 146

ia selalu memulai dari tempat cuci piring, berlanjut hingga
           menyapu halaman rumah tanpa membiarkan sehelai daun
           kering pun berserakan.
               Satu bulan sejak diberlakukan aturan tinggal di rumah
           saja, kehidupan masih terasa berjalan normal. Dengan mau-
           pun tanpa virus berbahaya di luar sana, jauh-jauh hari saya
           sudah melakukan isolasi mandiri di rumah. Rutinitas saya
           dimulai pukul tujuh pagi. Jika tak ada jadwal kuliah atau ak-
           tivitas lain seperti belanja, ke binatu dan ke pusat kebugaran,
           setelah sarapan saya langsung menghadap laptop, jeda ketika
           makan siang, lalu kembali belajar hingga sore hari. Selepas
           makan malam, saya bersantai dengan menonton film atau
           bermain game atau membaca novel. Pukul sebelas malam
           lampu kamar sudah saya matikan. Saya tidak benar-benar
           ingat kapan tepatnya rutinitas seperti ini saya awali dan
           pertahankan. Namun, tanpa pergaulan yang luas, memang
           proses belajar terasa lebih efektif dan waktu menjadi sangat
           efisien. Bahkan saya memilih tidak punya pacar. Meski ada
           saja satu-dua perempuan yang tertarik, dan kawan-kawan
           satu kontrakan sering mendorong saya agar mencari pacar,
           saya pikir berpacaran hanyalah variasi kegiatan paling eks-
           trem yang akan saya pilih andaikata suatu saat jenuh belajar.
               Berkat korona, perlahan saya melihat perubahan yang
           terjadi dalam hidup kawan-kawan saya. Wahyudi menjadi
           lebih murung ketimbang hari-hari biasanya. Kami, ketiga
           kawannya, jadi menyadari sesaleh itu jiwa Wahyudi. Sudah
           tiga kali Jumat ia mengurung diri di kamar. Sayup-sayup
           kami mendengar ia mengaji dan terus mengaji.


                                  128
   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151