Page 150 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 150

yang dimandatkan WHO. Tanpa Rachmad, barangkali salah
           satu dari kami bertiga sudah terjangkit virus mematikan.
               Saya yang selama ini menjadi penghuni yang paling
           betah di rumah, merasa semakin betah karena kawan-kawan
           saya terus menghidupkan suasana kontrakan. Kami kembali
           bermain play station, maraton menonton anime kesukaan
           kami, mengadakan konser The Beatles cabang Ketintang
           di ruang tengah, bakar jagung seperti malam tahun baru,
           hingga teler bersama ketika Jodi membeli satu krat bir se-
           bagai perayaan atas keberhasilannya menyelesaikan skripsi.
           Wahyudi sudah pulang kampung, sehingga Jodi sepenuh-
           nya tak sungkan mengajak saya dan Rachmad mabuk. Ia
           menceracau, “Bulan puasa tiga hari lagi, masih ada waktu
           untuk bermaksiat. Aduh, apa kabar mantanku, Nurlaili dan
           Maemunah?”
               Saya mengoreksi nama dua mantan pacar terakhir-
           nya. Lalu Rachmad menyebut selusin nama yang lain dan
           memparodikan cara Jodi memutus satu per satu kekasihnya.
           Kami tertawa terbahak-bahak menyimak lawakan Rachmad.
               Keesokan harinya ketika siuman dari teler, saya men-
           dapati Jodi mengemasi pakaian ke dalam tas gunungnya.
           “Mau kemana?” tanya saya keheranan. Ia menjawab bahwa
           sudah saatnya ia pulang ke rumah orang tuanya sembari
           membawa satu bundel skripsi yang sudah dijilid rapi.
           Memang, sudah setahun belakangan Jodi tak pulang karena
           jengah dengan tuntutan kedua orang tuanya. Sekarang ia
           ingin membawa semacam hiburan yang sangat dinanti
           ayahnya yang telah menjadi pengangguran.


                                  132
   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155