Page 44 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 44
Katamu pintu itu seperti kotak ajaib yang terbuka. Ada
bunyi “kreot” dua kali. Kamu lihat di balik pintu itu, sebuah
senyum mengembang menyambutmu. Sementara anakmu
hanya menatapmu bingung. Mungkin ia sudah lupa kalau
kamu bapaknya. Ibumu membisikinya, lalu pelan-pelan ia
berjalan ke arahmu dengan canggung. Sementara kamu
tak dapat menahan gejolak rindumu, maka kamu langsung
menyambut dan memeluknya. Tidak terasa airmatamu me-
netes. Tetanggamu hanya melongok dari pintu rumahnya,
kemudian masuk kembali. Tapi ada juga yang menyapamu
dengan senyuman yang ramah, lantas berlalu.
Kamu tiba-tiba merasa menjadi orang yang bersalah di
mata mereka, padahal kamu tidak bersalah. Sejak itu kamu
mulai meyakini: suara banyak tidak mewakili kebenaran.
Kesalahan yang terus diulang-ulang lambat laun akan diya-
kini menjadi sebuah kebenaran. Sepertimu, yang seharusnya
bersikap wajar—karena memang tidak bersalah, dan begitu-
lah hukumnya. Tapi lagi-lagi doktrin dan hukum media itu
bisa mengubah cara pandang orang, seperti katamu.
Setelah mandi, kamu makan di dapur. Anakmu mengin-
tip dari gawang pintu. Begitu kamu menoleh ke arahnya, ia
menghilang. Sengaja kamu menunggunya keluar lagi. Begitu
tahu kamu memergokinya, ia tersenyum lalu memanggil ne-
neknya. Kamu percepat makanmu dan segera menemuinya.
Sambil melihat tayangan sinetron “Berandal Tobat”,
kamu dan anakmu rebahan di depan tv. Sementara ayah
dan ibumu ngobrol di teras samping rumah.
“Kata orang-orang bapakku begal.”
26

