Page 46 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 46

sekali. Apalagi ketika kukatakan: “Tanya Wawan, siapa tahu
           dia kenal sama malingnya?” Orang-orang di sekitar hanya
           tertawa. Kamu tahu kalau aku hanya bergurau untuk me-
           mecah tegang orang-orang yang sedang berkerumun, tapi
           katamu begitu sampai ke hati rasanya jadi berbeda. Dan
           lagi-lagi kamu merasa seperti orang yang bersalah, meskipun
           sebenarnya tidak bersalah.
               Merebaknya kabar banyak begal dan maling, beberapa
           kampung kembali mengaktifkan pos-pos ronda yang mati
           suri. Malam yang biasanya sunyi-sepi, kini mulai ramai, dan
           masing-masing RT berkoordinasi di setiap titik perlintasan
           dan tempat-tempat rawan. Kadang warga terlampau men-
           curigai setiap motor yang lewat. Dari mulai ditanyai asal,
           tempat tinggal, sampai terakhir dimintai KTP, dan biasanya
           dengan nada mengintimidasi, sehingga pejalan atau pe-
           ngendara kerap kali gerogi untuk menjawab pertanyaan-
           pertanyaan yang, dilontarkan lebih dari tiga orang. Kamu
           pikir dalam situasi yang rawan begini, hal itu ada wajarnya.
           Apalagi kondisi pangan dan pekerjaan yang kini makin jauh
           dari dapur, membuat kami cepat naik darah.
               Lebih dari satu bulan, ketika situasi dirasa mulai aman,
           kamu memberanikan diri keluar rumah untuk mencari
           pekerjaan. Kata ibumu, toko kelontongnya Haji Karyo mem-
           butuhkan buruh panggul. Sebelum berangkat, ibumu me-
           wanti-wanti, “Jangan kumpul-kumpul lagi sama anak-anak
           berandalan itu. Nanti kamu kumat lagi. Gara-gara gaul sama
           mereka kamu dipenjara. Makanya orang hidup itu nggak
           usah neko-neko, kayak anak konglomerat saja.”


                                  28
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51