Page 57 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 57
Perempuan yang satu itu memang berbeda. Yang di-
pikirkan, dirasakan, dan diucapkannya sudah menep. Karno
tercenung sejenak mendengar perkataan ibunya.
Karno tetap saja gelisah. Ngabdul mencoba memahami
situasi Karno.
“Aku, kamu, kita semua manusia ini memang wayang
ya, Dul.” tiba-tiba Karno membuka suara.
“Iya. Kalau aku dalangnya, aku tidak akan membuat
cerita yang rumit.”
“Namaku Karno. Bapak inginnya aku ini tangguh seper-
ti Adipati Karno. Tapi bapak sepertinya lupa. Kalau seumur
hidupnya, Karno akan selalu berada dalam kebimbangan-ke-
bimbangan. Aku mengalami hal itu sekarang.”
Ngabdul tak berani berkomentar. Ia khawatir kalau
salah bicara. Sebagai orang yang mengenal Karno sejak kecil,
Ngabdul tahu benar bahwa Karno adalah seorang pemikir
yang berhati-hati mengambil sikap. Ia tidak ingin menyakiti
siapa pun. Ia tidak suka membuat kekacauan. Aneh, orang
yang tidak suka kekacaukan kenapa justru dia yang dibuat
kacau.
Di tengah gundah, malam itu Karno menerima telepon
dari Siti.
“Gunung Merapi erupsi. Warga harus mengungsi. Tim
SAR sudah mengevakuasi.”
“Lalu, di tengah ancaman virus seperti ini? Mengung-
si?” tanya Karno panik.
“Entahlah, kami sudah berkumpul di rumah Pak
Dukuh. Kami mesti segera meninggalkan Kepuh.”
39

