Page 58 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 58

“Tapi…. Tapi….?” Karno Makin Panik.
               “Harus bagaimana lagi? Bertahan di sini terancam Me-
           rapi. Berada di pengungsian terancam korona. Siapa yang
           bisa menjamin kami tetap hidup?”
               “Kamu sedang mengandung. Anak kita…” dan tak ada
           lagi yang berkata-kata di antara keduanya.
               Ngabdul mencoba menenangkan, tapi gagal. Karno ma-
           kin merasa bersalah. Di antara kedua orang tuanya ia tak bisa
           berbuat apa-apa, sementara itu ia juga tak bisa melakukan
           sesuatu untuk keselamatan istri dan anaknya yang masih
           dalam kandungan.
               Tanpa berpikir lagi Karno pamit kepada Ngabdul. Ia
           akan menyusul istrinya ke pengungsuan. Malam itu juga
           ia berangkat.
               Dalam perjalanan Karno mengingat permintaan sang
           istri. Karno membayangkan istrinya menikmati ampo dari
           tanah liat yang dibawanya. Di sisi lain ia teringat ubi rebus
           yang ia persembahkan untuk kedua orang tuanya yang te-
           ngah diduga sakit tanpa seorangpun boleh mendekat dan
           merawat. Air matanya tak terbendung.
               Tengah malam ia sampai di pengungsian yang bertem-
           pat di sebuah gedung Sekolah Dasar. Ia mencari keberadaan
           istrinya. Tak berapa lama, ia melihat Mbak Cokro yang se-
           dang berdiri di depan pintu pengungsian, seperti menanti.
           Baru beberapa langkah Karno mencoba mendekat ke arah
           Mbah Cokro, ia mendengar tangis bayi. Bersamaan dengan
           itu telepon genggamnya berdering. Ngabdul.



                                  40
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63