Page 92 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 92
dan menjerit. Jeritan itu serasa menjerat dan merobek-robek
dada Paino. Membuat Sri dan Paino panik malam itu. Mau
tak mau, ia harus punya uang untuk menebus obat anaknya.
Pada saat pikirannya begitu ruwet, terlintas rencana un-
tuk maling. Sungguh ia tak pernah maling seumur hidupnya.
Bahkan selama ini, mengambil buah mangga jatuh di jala-
nan saja ia tidak mau tanpa seizin pemiliknya. Entah iblis
mana yang merasuki pikirannya sehingga terlintas untuk
maling. Maka malam itu, tanpa sepengetahuan Sri, ia mulai
beraksi. Ia sangkal kegalauan dalam dirinya. Niatnya satu,
ingin maling!
Pada malam yang pengap dan lembab selepas hujan
deras, Paino mulai melangkahkan kakinya. Ia tutup wa-
jahnya dengan sarung, hanya terlihat sepasang matanya. Ia
menyelinap seperti ninja. Bergegas dan berhenti di depan
rumah Pak Soleh. Sengaja ia memilih rumah Pak Soleh se-
bab menurutnya ia kaya tapi sangat pelit. Ia mengatur nafas
dan keberanian. Ketika kakinya hendak memanjat pagar
tembok rumah Pak Soleh, ia melihat dua orang asing mem-
bobol rumah Pak Soleh. Dengan spontan mulutnya berteriak
“Maliiing. Maliiing!”
***
Setelah pingsan beberapa lama, Paino mulai membu-
ka mata. Tangannya sudah mampu ia gerakkan. Ia melihat
sekeliling. Matanya kemudian bersitatap dengan sepasang
mata yang tak asing baginya, mata istrinya. Ia menoleh ke
kanan dan kiri, ada beberapa orang yang juga tak asing juga
74

