Page 104 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 104
akan meninggalkanku begitu saja tanpa pulang atau ayah
memang sedang sibuk dan memilih untuk pulang larut
malam. Lalu aku memutuskan untuk menunggu ayah di
rumah. Menunggunya di ruang tamu lama hingga malam
menimangku dari cahaya bulan yang menyapa bintang yang
berdendang.
Kini malam mengulung kehitamannya, mengganti
mega mencibir langit menjadi biru, ayah tak kunjung juga
pulang. Ayah tak pulang ke rumah atau ayah lupa jalan
pulang, ah tidak mungkin ayah lupa, ayah kan sudah besar
pikirku. Aku berkemas-kemas memasukan buku ke dalam
tas untuk berangkat sekolah, menyiapkan jaket dan juga
payung. Hari ini gerimis, mungkin akan hujan, mengapa
langit membiru hanya sebentar saja, mengapa cepat sekali
hujan menguyur kota kami. Dan benar hanya sekejap saja
hujan sudah memarah kota kami. Tapi aku tetap berjalan
menuju sekolah, setibanya di jalan tepat di depan toko yang
biasa aku dan ayah melihat sepatu. Aku sempat melirik ke
arah toko, dan sepatu itu sudah tidak ada. Apa sepatu itu
sudah dibeli ayah pikirku, dan kulihat TV yang dipasang di
atas pajangan rak. Aku kaget kenapa ada ayah di TV.
Bersama para polisi yang menyeret-nyeret ayah, banyak
juga wartawan yang meliput ayah. Ada apa sebenarnya
dengan ayah. Kubaca tulisan di bawah berita itu. H.G. pelaku
pembunuhan dan pemerkosaan anak dibawah umur. Aku
terkejut mataku melotot tak peduli lagi jika mataku jatuh ke
tanah dan terinjak pejalan kaki. Yang pasti aku tak percaya
dengan berita yang ada di TV itu. Itu hanya tipuan, ayah tak
mungkin melakukan itu, ayah sayang sekali padaku jadi tidak
mungkin ayah melakukan pembunuhan apalagi
pemerkosaan di bawah umur. Aku langsung lari menuju
TKP. Ayah sedang melakukan reka ulang kejadian. Disitu
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
104

