Page 108 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 108
untukku. Aku langsung sigap memeluk ayah dan mencium
kedua pipinya. Para tahanan yang lainpun ikut memelukku
mencubit-cubit pipiku hingga memerah. Aku berkata. Om..ini
terlalu sakit hingga aku sesak. Para tahanan
menertawakanku, dan mengusap-usap rambutku.
Tiga Agustus sidang hukuman ayah diputuskan.
Sudah banyak kursi terisi di ruangan sidang. Aroma sidang
hening, hingga hembusan nafas terdengar dari sisi kanan
dan kiri. Semua diam duduk dengan tenang tanganya
disimpuhkan diatas paha, mencermati raut-raut ketegangan.
Empat teman ayah yang satu sel pun ikut mendatangi sidang
tersebut. Aku duduk di depan gemetaran, mataku berkaca-
kaca memandang lelaki tuaku. Sidang telah dimulai, tak ada
yang berkutik sedikitpun di dalam ruang membisu seakan
haram hukumnya jika mereka berisik. Jaksa penuntut telah
mengutarakan hasilnya, penyelidik dan juga jaksa pembela
telah mati-matian menyengkal jaksa penuntut. Saksi berkata
melihat ayahku melakukan pembunuhan itu dan mencabulli
gadis kecil itu, terdakwa mencium bibir gadis itu dan
membuka kancing celananya, jaksa penuntut semakin liar
berbicara meracuni semua penghuni ruangan sidang kecuali
aku dan empat tahanan sel serta ketua tahanan sel. Banyak
yang menyumpahi ayah mengutuk ayah semoga ia dapat
hukuman setimpal, kepalaku hanya menunduk tak berani
melihat lelaki tuaku yang duduk di kursi itu. Jaksa pembela
sudah kehabisan kata-kata ia hanya berharap semoga
Tuhan memberikan keputusan yang adil. Setelah hakim
berdiskusi, tiba keputusan hukuman yang akan diberikan
kepada ayah. Hakim membacakan keputusan hukuman
untuk ayah.
'Setelah melihat hasil dari penyelidik dan juga saksi
mata bukti-bukti penyelidikan maka terdakwa kasus
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
108

