Page 113 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 113
Tuhan, ini tempat yang menawarkan berbagai macam tawa
sepertinya namun tak ada matahari terbenam yang tampak.
Semua orang bahagia kura-kura juga ikan dan burung pun
bahagia, oleh karenanya aku juga harus bahagia.
***
Sedingin inikah perasaan yang terluka, memerih
dengan ringkih berdesih lirih. Andaikan aku bisa terus
mempertahankan bahagia, tapi entah, pada suatu waktu
yang beku, aku teringat akan masa laluku yang pilu.
Bagaimana tidak, seorang sahabat yang kuanggap bisa aku
beri amanat ternyata di belakang berkhianat.
Aku masih bisa dengan jelas mengingatnya, saat
dimana hatiku terasa memanas, dengan pedas jelas ia -
seorang lelaki yang aku kagumi dan biasa aku ceritakan
kepada sahabatku- mengungkapkan cinta di depanku.
Bukan, ya, tentu saja bukan untukku melainkan kepada
sahabatku sendiri yang jelas-jelas telah kupinta membantu
untuk mendekatkanku kepadanya.
“Cuacanya terlihat cerah, ya Sin? Aku suka.” Suara
Fadli -lelaki yang aku kagumi- memecahkan kesunyian pada
jam istrahat pertama. Saat itu kami bertiga berada di taman
depan kelas, aku duduk di pinggir kiri, Ia sebelah kanan dan
Sinta -sahabatku itu- berada di tengah antara kami. Saat itu
memang aku masih malu, sehingga aku lebih banyak diam
mendengarkan obrolan mereka sembari kadang kucuri-curi
kesempatan memandangi lelaki gagah itu.
“Aku tidak merasa begitu.” Jawab Sinta yang
membuat kepalaku sedikit terangkat dari tundukan karena
heran.
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
113

