Page 116 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 116
Aku masih diam, namun kuperhatikan seksama ia
tanpa sepatah kata terucap dari mulutku, mungkin dari
pandanganku ia sudah bisa tahu bahasa yang terisyaratkan.
"Setelah kuberikan yang paling berharga dariku, dan
mengandung buah nafsunya, kini ia malah pergi
meninggalkanku tanpa tanggungjawab layaknya seorang
laki-laki sejati, ia pergi dengan wanita lain dan terang-terang
ia katakan itu padaku Rin." Rengekannya kini disertai
airmata. Aku masih diam.
"Rin, jangan kau siksa aku seperti ia menyiksaku Rin!
Aku mohon, maafkanlah aku." Aku masih saja diam.
"Baiklah, terpenting aku sudah memintamu untuk
memaafkanku, aku akan pergi Rin."
Aku hanya memperhatikannya berjalan pelan lunglai
tanpa daya hidup lagi, akhirnya aku merasa bersalah hanya
diam saja ketika ia mengemiskan maafnya padaku, aku
hendak memanggilnya ketika hatiku telah terpanggil untuk
memaafkannya, aku berdiri dan keluar kamar yang berada di
lantai empat untuk menyusulnya, tak kudapati dirinya di
depan, hanya ada suara seperti teriakan yang dibungkam,
dan bruuugghh, ada suara benda jatuh ke lantai dasar, aku
segera melongok ke bawah, ya Tuhan, itu adalah Sintia,
tergeletak disusul darah mengalir deras dari kepalanya
menggenang. Ia pamit pergi, tetapi untuk tak pernah kembali
lagi.
***
Tak habis ombak menggulung air, melepaskannya di
bibir pantai lalu menyeretnya kembali menuju badannya laut,
seolah senada ciuman sepasang kekasih yang sedang
bermanjaan, sebentar saling kulum sebentar lepas kembali
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
116

