Page 115 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 115
Semenjak itu, rasa percayaku kepada oranglain mulai
berubah, aku justru lebih percaya kepada alam yang jujur
apa adanya tak menyimpan dusta. Seperti pantai ini, ia
bahkan mampu menyamarkan rasa asin dari air mataku, dan
menghanyutkan duka dari laraku. Burung camar terbang
kesana-kemari tak kunjung lelah, dan awan dilangit
membentuk sepotret wajah yang sampai saat ini masih
menghantui kenangan. Jujur, aku belum bisa melupakan
kelanjutan dari kisahku tadi. Baiklah, kulanjutkan kembali
ingatanku.
"Rin, maafkan aku ya?" Rengek Sinta padaku tiga
bulan paska kejadian di taman. "Cukup aku saja yang
menjadi korban dari kebiadaban lelaki itu, aku menyesal Rin.
Sungguh menyesal."
Aku hanya diam. Semenjak di taman, hubunganku
dengan Sinta sangatlah renggang, aku bahkan tidak sudi
untuk melihat keceriaannya mendapatkan lelaki yang aku
kagumi, sehingga aku memutuskan untuk meminta pindah
kelas kepada dosen wali, dengan alasan aku sering
mendapat gangguan dari teman-teman, padahal sejatinya
hanya agar tak bersama dengan Sintia lagi, jujur saat itu aku
sangat jijik melihat mukanya, memang cantik dan menarik,
tapi hatinya sungguh pandai menusuk dan busuk.
"Riiiiin... Maafkan aku ya Rin, aku sangat
menyesalinya Rin." Pintanya semakin memilu, "Iya, aku akui
bahwa saat itu dan mungkin sampai saat ini aku memang
bersalah padamu, tapi kau perlu tahu Rin, aku tak bisa
membayangkan jika yang terjadi padaku ini terjadi padamu.
Dan ternyata benar, kesalahan yang kulakukan
mengantarkanku pada penderitaan."
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
115

