Page 118 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 118
mudah kuserahkan semuaku padanya. Lalu tiga bulan
setelahnya ia mendatangiku dengan seorang gadis lain yang
aku sendiri tak tahu siapa, tanpa basa-basi sedikitpun, ia
memutuskan hubungan kami, aku sudah tak mau dan ia
malah dengan kurang ajar menghajarku, memukul dan
menendangku seperti aku orang yang paling ia benci di
dunia ini, aku tak tahu mengapa ia bersikap seperti itu
kepadaku yang seorang wanita. Aku pergi dengan tangis
penyesalan seorang wanita bodoh, aku baru paham ternyata
benar apa yang telah disampaikan Sintia, dia memang lelaki
paling bajingan yang pernah ada di bumi ini, aku sekarang
bisa merasakan apa yang dahulu Sintia rasakan dan
semenjak itulah hubunganku dengannya telah usai.
Tapi, haruskah aku menjadi seperti Sintia yang tanpa
pikir panjang memutuskan untuk berputus hubungan dengan
dunia selamanya. Tidak! Aku tak boleh seperti itu, aku tak
mau membunuh manusia untuk kedua kalinya, cukuplah dan
aku harus menanggung akibat dari kebutaan cintaku.
***
Aku masih termenung menatap pantai yang selalu
kudengar bernyanyi tentang elegi tak kunjung henti. Biarlah,
biarkan aku membebaskan kesendirianku yang dirundung
pilu bersama nyiur yang melambai-lambaikan sendu.
Sementara senja masih membangga di angkasa barat
menyaksikan sakitku yang perlahan sekarat.
Tak lama lagi, akan muncul dalam hidupku seorang
anak manusia tanpa bapaknya.
(Wonosobo, 26 Agustus 2016)
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
118

