Page 123 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 123

"Lho! Hei kenapa kau malah membuat susu? Katanya
           ingin kopi?" Aku masih ingat tadi ia memang berkata mau
           membuat kopi untuk dirinya sendiri, bukan susu, iya kan?.

                  "Lha  memangnya  kenapa?  Suka-suka  aku  lah,  aku
           yang  mau  minum  juga."  Jawab  suara  manjanya.  "Oh  ya,
           mulai dari mana nih? Karyanya siapa dulu?".

                  "Urut aja lah ya, pertama cerpen dengan judul 'Aku
           dan Seorang Penulis Patah Hati', menurut kamu gimana?"

                  Lalu,  aku  dan  gadis  itu  membaca  kemudian
           berdiskusi  mengenai  cerpen-cerpen  tersebut,  pertama,
           cerpen karya Sahkli An-Nifla yang tak lain adalah nama pena
           dari diriku sendiri, cerpen 'Aku dan Seorang Penulis Patah
           Hati'  ini,  menggunakan  karakter  benda  mati  -bukutulis-
           dipersonifikasikan menjadi hidup dan seolah-olah ia seperti
           kekasih  dari  tuannya  -penulis-,  dengan  irama  yang  sedikit
           bertele-tele memang, tetapi bagaimana penulis mengaitkan
           dengan kisah si pemuda patah hati ini sedikit menggetarkan
           nalar  kepenulisan.  Cerpen  itu  menggunakan  dua  sudut
           pandang  penulis,  yakni  penulis  sebagai  aku  (narasi  buku)
           dan  aku  (seorang  pemuda  patah  hati),  bagi  yang  belum
           terbiasa dengan jenis yang seperti ini mungkin akan sedikit
           bingung  dengan  alurnya,  tetapi  pada  akhirannya  aku
           sebagai pemuda akan nyambung dengan aku sebagai buku.

                  Kedua, masih  dari  karya  Sahkli  dengan  judul 'Tiba-
           tiba Gerhana di Pucuk Pohon Mamak', mencoba mengkritik
           perusahaan pabrik kayu di daerahnya dengan mengaitkan
           cerita  pedih  sebuah  keluarga  dan  pohon  rambutan.  Di
           dalamnya juga menyajikan kritik sosial mengenai perubahan
           zaman, dari era yang sederhana (menjadi penjual gorengan
           dan  petani)  tetapi  membahagiakan  menjadi  era  modern
           (menjadi  buruh  pabrikan)  yang  malah  mengubah  kondisi
           “Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ

                                                                           123
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128