Page 106 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 106
“Besok ayah akan pulang. Mawar janji dulu belajar
yang rajin untuk ayah.” Ayah mengelus-elus rambutku.
“Iya ayah aku janji.” Jari kelingkingku mengikat jari
kelingking ayah.
Para tahanan sel terpana melihatku dan juga ayah.
Masa si pembunuh dan pencabulan anak itu sangat
menyayangi anaknya. Itu tidak mungkin. Seharusnya ia juga
mencabuli gadisnya berisik tahanan yang satu sel dengan
ayah. Semua tak percaya si pembunuh dan pencabulan
sangat dekat sekali dengan anaknya. Seperti akar yang
saling berpegangan dengan tanah, seerat itu kasih
sayangnya tak goyah diterpa godaan langit. Tak ada yang
menyangka, para tahanan tidak sadar melinangkan air
matanya, menyibak dengan malu-malu. Mengingatkan
keluarga mereka di rumah, sedang apa istriku atau anakku.
apa mereka baik-baik saja. Sungguh aku merindukan
mereka. Mungkin itu yang sedang dipikirkan para tahanan
atau sekadar berangan-angan menimang anaknya dalam
ayunan mendorongnya hingga muncul tawa dari bibir si
mungil. Para tahanan pasti merindukan semua itu setelah
bertahun-tahun hanya melihat tembok yang sama, orang
yang sama, ia merindukan kekasihnya.
“Pak... apa aku boleh mengajak gadis kecilku ke sel
sebentar saja. Aku mohon pak sebentar saja.” Ayah
memohon kepada ketua tahanan dan berharap mendapat
anggukan dan mengiyakan permintaannya.
“Baiklah hanya sebentar.” Ketua tahanan mengiyakan
permintaan ayah dan memberikan senyuman kepadaku, si
gadis kecil yang malang.
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
106

