Page 37 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 37

“Tidak apa-apa nak, jika memang harus tidak kuliah

           untuk  enam  bulan  ini,  kau  justru  bisa  berkerja  sementara

           untuk membantu keperluan sekolah adikmu itu. Jangan kau
           patah arang, terpenting kau tetap punya impian, jaga ianya,

           meski  saat  ini  langkahmu  sedikit  terhalang  kesananya”.
           Entah kenapa ibu selalu terasa bijak olehku, nasihat ibu kini

           menjadi candu.

                  Dasar  sial,  sial  pun  tak  bisa  dikompromi  untuk

           tundakan waktunya, baru satu bulan kurang limahari kerja di
           ibu  kota,  aku  diberitahukan  bahwa  ibu  sakit  keras,  ibu

           dilarikan  ke  rumah  sakit  kabupaten  karena  terkena  usus

           buntu.  Belum  juga  gajian,  aku  harus  tombok  untuk
           perjalanan pulang kembali ke rumah. Kata bapak, sebelum

           ibu sakit, ada banyak lubang kecil seukuran selang peralon
           di sekitar pohon depan rumah.


                  “Kau bisa lihat sendiri, lubang itu setiap hari semakin
           membesar  saja,  tanah-tanah  di  bawah  pohon  itu  semakin

           gembur,  bapak  khawatir  pohon  itu  akan  tumbang  dan
           menimpa rumah kita, ada baiknya kau tegor saja pohon itu,

           percuma juga toh pohon itu seingatku hanya berbuah dua

           kali  sepanjang  hidupnya  sampai  sekarang”.  Pesan  bapak
           setibaku di rumah.




           “Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ

                                                                            37
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42