Page 44 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 44

Kumbakarna  bangun  dari  tapa  brata,  mengeluh  karena
           suara  riuh  gaduh  dari  arah  istana,  segera  saja  ia  berlari,
           sendiri, tanpa pasukan kavaleri.

                  "Hei! Ada apa ini? Siapa yang berani mengorak-arik
           istana  Alengka?"  Bentak  Kumbakarna  sesampainya  di
           dalam keraton.

                  "Aku.  Memangnya  kenapa?  Heh!"  Jawab  Rahwana
           bermuka merah, menahan amarah.

                  "Siapa  kamu?  Berani-beraninya  mengobrak-abrik
           istana Alengka?" Tanya Kumbakarna yang tidak tahu kalau
           sosok itu adalah kakaknya.

                  "Aku Rahwana! Bodoh!" Bentak Rahwana.

                  "Hei!  Jangan  coba-coba  kau  mengaku  sebagai
           kakakku! Kakanda Rahwana tak mempunyai muka sebanci
           kamu!" Kumbakarna semakin tak percaya.

                  Memang  wajah  Rahwana  yang  tadinya  seperti
           emotikon. Ada sepuluh ekspresi raut ronanya, muka setan
           alas  roban,  muka  menjulurkan  lidah  ular  naga,  muka
           cemberut  gorila  tua,  muka  kaku  singa  lodra,  muka  tidak
           tertarik  segawon  lanang,  muka  sarkastik  kirik  blirik,  muka
           sedih  buaya  putih,  muka  marah  elang  merah,  muka  malu
           babi alas, dan muka terkejut hiu laut. Kini berbentuk muka
           aslinya,  tanpa  dilapisi  topeng  taji.  Wajar  saja  jika
           Kumbakarna pangling, delapan tahun yang lalu dan tahun-
           tahun sebelumnya, semenjak kecil, ia belum pernah melihat
           wajah  Rahwana  yang  sesungguhnya.  Muka  Rahwana  kini
           berwajah  tampan  rupawan  seperti  jelmaan  Sang  Hyang
           Kamajaya.



           “Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ

                                                                            44
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49