Page 46 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 46
mencuri mukaku pasti si bajingan Putra Narendra itu. Akan
aku cari dia, aku akan berunding, bernegosiasi dengannya,
akan aku tukar kembali Nareswari dengan muka tajiku." Tak
berselang lama, Rahwana telah meninggalkan istana, pergi
menelusuri hutan rimba.
***
Seorang bercadar hitam yang diceritakan di awalan, bisa kita
lihat, ia sedang menjemur ketela yang telah dikupas,
direndam dan dirajang kecil-kecil menjadi gaplek, gaplek
yang telah kering nantinya diolah lagi dan akhirnya menjadi
tiwul atau leye. Ia tinggal disebuah gubug kayu beratap
rumbia, sederhana sekali. Sementara Rahwana kita cermati
sedang berjalan cepat, kadang berlari kecil, kadang cepat,
kadang berhenti istirahat, berlari cepat lagi, berlari kecil,
berjalan cepat, dan berjalan pelan menuju tempat tinggal
seorang bercadar hitam. Semakin lama semakit dekat,
mendekat, dan sampailah Rahwana di gubug sederhana itu
dengan selamat.
"Narendra! Hosssh hosssh hosssh! Narendra! Sssh,
sssh." Teriak Rahwana dengan nafas megap-megap.
"Iya, ada apa? Siapa kisanak ini? Ada perlu apa
datang kemari?" Tanggap seorang bercadar hitam.
"Mana muka-mukaku yang kau curi itu?" Terus terang
Rahwana tanpa basa-basi adat Jawa.
"Mukamu? Siapa kamu? Mana aku tahu?"
"Alaaah! Jangan berpura-pura kamu! Aku Rahwana
dan kau yang mencuri muka-mukaku kan?"
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
46

