Page 80 - _Manusia_dan_Sastra_Fix-Antologi_Cerpen
P. 80
Kartini pada zaman itu, ini cuma persoalan keberanian.
Keberanian yang didasari perasaan bahwa ia adalah
perempuan bangsawan.”
“Nah, keberanian itu yang aku maksud. Kesadaran dan
keberanian itu yang bahkan sekarang pun jarang orang
mempunyai. Masa itu, dimana kekuatan kaum feudal tengah
berada pada puncaknya, ia berani menyuarakan kesetaraan
dari dalam tembok istana.”
“Jadi, menurutmu, keberanian itu yang menjadikan ia
sebagai seorang pahlawan?” tanyaku.
Kau mengangguk dan menerawang, seperti
membayangkan sesuatu. Aku tak tahu, sebab kaulah pemilik
dirimu, aku bukan tukang ramal.
“Aku bahkan skeptis dengan yang selama ini
diceritakan kepada orang-orang. Aku pikir itu terlalu dibesar-
besarkan. Sedikit yang aku baca, surat-surat kartini lebih
seperti keluhan daripada kesadaran akan kesetaraan.
Didorong oleh rasa iri kepada sahabat-sahabatnya yang
orang Belanda. Beruntunglah karena ia seorang bangsawan,
hingga kemudian sejarah memihak kepadanya. Kalau
seandainya ia berasal dari kalangan jelata, mungkin ia hanya
menjadi perempuan saja. Maaf, barangkali terlalu menuduh,
tapi itu yang aku pikirkan.”
“Manusia dan Sastra” Antologi Cerpen Teater Getir UNSIQ
80

