Page 110 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 110
SEPATAH DOA DI UJUNG LELAH
Zelfeni Wimra
Di ujung lelah, sebelum aku menemukan siapa diriku se-
sungguhnya, jiwaku terkatung-katung antara dua kutup
yang kusut dan saling tarik-menarik.
Kadang-kadang aku ingin peka seperti nenek. Tak ja-
rang pula aku berhasrat menjadi sosok yang menyenangkan
dan akan selalu dikenang bila telah tiada, seperti almarhum-
ah ibu. Atau serupa Hallmah yang lugu dan manja.
Atas nama mereka, aku habiskan harl-hari di depan
kanvas bersama sepasang tangan. Bersama kuas dan cat.
Meiukis apa saja yang pernah mewarnai dan menyinggahi
kehidupanku. Atas nama mereka aku abadikan semuanya di
atas kanvas. Aku kagum mereka. Aku sayang mereka sebab
hanya mereka yang mampu mencairkan kekaiutan dan se-
gaia keiuh-kesah dalam menafsirkan nasib yang tak kunjung
kupahami.
Di sudut lain, aku merasa wajar-wajar saja ketika tidak
mengikutsertakan ayah. Ayah tinggal sebuah kata yang se-
ringkaii membuat tenggorokanku pahit bila menyebutnya.
Aku tidak kagum lagi pada ayah. Dulu memang. Ayah
adalah pahlawan sekaiigus temanku. Saat masih kecii, aku
dibuatkannya layang-Iayang, mobil-mobilan, dan bila aku ja-
tuh sakit, ayahiah yang paling sibuk mencarikan obat un-
tukku. Begitu pula setiap kali pergi ke ladang yang terletak

