Page 111 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
        P. 111
     100
         jauh di punggung bukit, ayah akan menggendongku sambil
         terus bercerita tentang Kancil, Tarzan, Superman, Sampu-
          raga, dan Maling Kundang.
               Tapi, dua puluh enam bulan setelah ibuku berpulang,
          cerita tentang ayah berubah sudah. Ayah bukan lagi teman-
          ku apa lagi pahlawanku. Ayah dl mataku tidak lebih dari se-
          bangkai makhluk yang selalu  menomorsatukan kelelakian-
          nya.
               Apakah benar, lelaki  Itu  mempunyai ruang  bergerak
          yang bebas dan sangat luas seperti yang dilakukan ayah?
          Aku tidak tahu. Yang aku yakini kebenarannya hingga kini
          hanya satu, yaitu ayah bukanlah sosok yang menyenangkan
          seperti ibu.
               Aku punya bukti untuk menyatakan bahwa ayah me-
          mang bukan sosok yang pantas untuk dikenang. Di pondok
         sawah suatu siang, sepulang dari menggelandangkan kam-
          bing-kambing ke padang ilalang yang terbentang panjang di
          sisi sungai, ayah memanggil dan mengajakku bicara.
               "Rencananya ayah mau menikah lagi. Bagaimana me-
          nurutmu?" tanya ayah. Aku mendengar kata-kata itu bagai-
          kan mendengar deru hujan lebat yang menghentikan cicit
          riang  anak-anak  pipit di  dalam sarangnya. Aku terdiam.
          Waktu itu aku berumur lima belas tahun. Jadi, aku belum bi-
          sa memacu otakku untuk memikirkan sesuatu yang menge-
          cewakan. Sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi.
               Kalau ayah kawin lagi, berarti aku akan punya ibu tiri.
          Sebaliknya, kalau ayah tidak kawin, lambat laun ia pasti ti
          dak tahan dengan kesenjangan batin  yang dirasakannya.
          Begitulah, aku dihantui logika-logika yang didominasi oleh
          rasa tidak rela melepaskan ayah walau nota benenya untuk
          seorang ibu.
               Dalam kekalutan Itu, nenek datairg menawarkan jalan
          ke luar yang bijak.
               "Bagairnanapun, ayahmu tetapssebag# maniifsia, rrenek





