Page 114 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 114

103



         hidup manusia lain selain dirlnya." Namun, apabila mataharl
         sudah nalk ke tengah-tengah langit, saat menjemput Hali-
         mah ke sekolahnya sudah tiba, ketenangan  menjadi dirl
         yang kublna dengan sangat hatl-hati itu dihancurkan oleh
         berpasang-pasang mata manusia. Aku masih normal. Masih
         punya hati yang sakit bila tidak dipandang sebagai manusia.
         Ya, aku terluka ketika ada seseorang yang berani menco-
         lekku  dan  beroiok-olok, "Hai, godain  kita  dong.  Nggak
         pulang lagi, ya. Tumben siang-siang cari mangsa." Sebagian
         lagi ada yang berbisik-bisik, "Kasihan dia. Jiwanya terka-
        tung-katung antara ingin jadi laki-laki  dan ingin jadi  pe-
         rempuan." Atau, ketika aku membimbing Halimah naik ang-
         kot, ada pula  yang berkata, "Anaknya cantik juga, ya?"
        Anak-anak di sekitar tempat tinggaiku setiap hari aku iewat
        akan bersorak-sorai, entah gembira, sedih, atau dendam.
        ""Bencong-bencong! Band ... band! Waria ... waria! Bujang
        gadis ...I" dan sebutan pedih lainnya.
              Aku hanya tersenyum  menghadapi semua itu.  Meski
        terasa getir, aku akan tetap tersenyum. Sementara jauh di
        kedalaman  hati, kukubur sebuah  pertanyaan  yang  hanya
        bisa dimengerti oleh nenek, "Nek, mengapa manusia-manu-
        sia lain itu tidak memahami aku?"
              Ketika malam turun, seperti biasa di iuar satwa-satwa
        malam berdendang tanpa irama. Selalu begitu. Entah apa
        sebabnya. Mungkin itulah cara yang mereka pilih untuk me-
        lawan sepi di malam yang hitam. Mereka getarkan sayap di
        sela rimbun dedaunan agar malam tak terlaiu dingin dan
        sunyi. Di ruang Iain, jauh di kelok-kelok sumsum, aku ter-
        lihat  kedi, sedangkan ribuan teka-teki  bergeiantungan di
        ujung diri yang leiah.
             Sebelum kualihkan perhatian ke kanvas, keielahan itu
        akan menghimpitku. Laiu, timbul pertanyaan, "Apakah aku
        laki-iaki atau perempuan?"
             Terpaksa kutelan dan sedikit demi sedikit kumuntahkan
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119