Page 119 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 119
108
lihat penampilanku yang memang agak beda. Merasa yakin
kalau aku tidak bermaksud macam-macam, pemuda itu
i
a kh rnya bercerita.
"Gadis itu bernama Mona. la datang darl negara te-
tangga. Dulu la pernah beketja dl sana bersama ibunya,
membuka rumah makan. la pernah tidur denganku. Se-
malam suntuk la bercerita tentang diri dan keluarganya. Pa-
panya sudah meninggal. Ibunya menikah iagi dengan se-
orang pria dan sekarang ia sudah mempunyai adik berumur
kira-kira tiga setengah tahun. Tapi, katanya pula, ia sangat
kecewa dengan ibunya. Sejak menikah Iagi, ibunya sudah
tidak menghiraukan akan dirinya. Yang lebih ceiakanya Iagi,
laki-laki yang menikah dengan ibunya itu ternyata hidung
belang. Buayal la hampir saja diperkosa oieh suami yang
sangat dicintai ibunya itu. Oieh sebab itulah, ia kabur dari
rumah dan kandas di tempat ini. Ia pernah bekerja di sini.
Biasa, jadi kupu-kupu ...."
"Sekarang dia di mana. Aku ada urusan penting de-
ngannya," desakku tak sabar.
"Sudah terlambat," pemuda itu menggeleng.
"Mona dipindahtempatkan oieh 'bos' ke ibukota," jelas-
nya ringan.
Pemuda itu memang tidak mengerti betapa aku ter-
cekik mendengar penjelasannya. Saat pulang, aku kembali
terseok mengemas ieiah dan segulung tanda tanya yang
terus merantaiku. Siapa Mona itu sebenarnya? Siapa ibunya
yang mempunyai rumah makan di negara tetangga? Siapa
adiknya yang mirip dengan Halimah? Lalu, siapa pula laki-
iaki buaya yang menjadi ayah tirinya?
"Ya Tuhan, tunjukkaniah aku!" harapku. Seiring itu pu-
a, dengan sepenuh hati, aku panjatkan sepatah doa ke ha-
irat-Nya, "Semoga Mona seialu selamat dalam hidupnya dan
semoga ayah tirinya yang 'buaya' itu bukan ayahku. Amin.
Ketika itu bulan sabit tengah ditutup segulung awan.

