Page 117 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
        P. 117
     106
          ribu dan memberikannya pada Halimah.
               "Nggak usah, Mbak. Terima kasih," tepisku lunak. Na-
          mun, gadis itu  bersikeras juga. Dengan gerakan terburu-
          buru ia selipkan uang itu dl saku baju Halimah.
               Yang membuat aku terkejut, mata cantik milik gadis itu
          tiba-tiba  berkaca-kaca. Jemarinya  yang  lentik  mendadak
          bergetar dan periahan membuat gerakan hendak membelai
          rambut Halimah.
               "Kau mirip sekali dengan adikku, sayang. Sungguh ..."
          ia mengucapkan kata^kata itu dalam isak yang sepertinya ti-
          dak terbendung lagi. Belum terjawab keherananku, gadis itu
          menghentikan angkot tepat di depan sebuah diskotik yang
          terbilang 'hot' di kotaku. Ia turun setelah melayangkan se
          buah kecupan dikening Halimah.
               "Imah takut, Kak," desah Halimah di pangkuanku.
               "Tidak apa-apa, sayang, " hiburku. Halimah baru bisa
          tenang ketika aku yakinkan bahwa gadis itu orang baik.
               Sejak peristiwa itu, setiap kali sendiri, aku sering mem-
          bayangkan gadis itu. Alis  matanya yang tebal, rambutnya
          yang lurus, ditambah hidungnya yang bangir, serta lekukan
          dada dan pinggulnya, memancarkan kesempurnaan seorang
          gadis belia. "Ciss!" Aku berdenyut hebat bila mengenangnya.
          Caranya merapikan anak rambut di keningnya sangat ber-
          kesan sekali. Andai saja selembut dan semanis dia, Halimah
          pasti bahagia dan bangga mempunyai kakak seperti aku.
               Ya, hampir setiap kali aku sendiri, aku merenungi apa
          sebenarnya yang tengah bergejolak dalam diriku. Aku lelah.
          Rasanya aku sudah berhasil menjadi ibu bagi Halimah dan
          memupus habis sosok ayah yang 'lapar'. Tapi, aku masih
          merasa iri  pada gadis itu. Di ruang-ruang diri yang lain dan
          mungkin ini  ujung dari lelah  yang membaluri jiwaku, aku
          berdenyut, bergetar, dan meremang kala  membayangkan
          gadisitu.
                Di puncak peperangan batin ini>  ketika semua hanya





