Page 134 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 134

123



         noleh padaku.
              "Mereka akan berangkat haji."
              "Oh, bagus itu, Pak. Mudah-mudahan jadi haji mabrur,"
         sahutku gembira. Namun, ia  hanya tersenyum  pahit dan
         membuang muka.
              "Mungkinkah? Ya, mudah-mudahan saja," ucapnya ge-
         tir. Aku terheran-heran, namun merasa tak patut bertanya
         lebih lanjut. Bagaimana bisa seorang bapak tidak gembira
         mellhat sang anak diundang Tuhan ke rumah-Nya yang suci?
              "Sus
              "Ya?"
              "Seandainya Suster berada di sinl menemani saya ngo-
         brol-ngobrol, apa Sus keberatan?"
              "Saya?"
              "Tidak menggangu peken'aan Sus?"
              Aku tersenyum. Aku tidak bilang bahwa semaiam anak-
         nya meminta dokter menyediakan seorang suster khusus
         menjaga bapaknya selama di RS. Kurasa keluarga itu tidak
         memiiiki kesempatan untuk menunggui bapak tua itu  se-
         panjang hari.
              "Terima kasih," wajahnya mulai bersahabat.
              "Tentu saja tidak full time."
              "Saya tahu."
              "Saya akan mulai dengan membuat Bapak menghabis-
         kan bubur itu dulu."
              "Saya tidak lapar."
              Aku tertawa tanpa suara. "Jangan childish ah. Mau sa
         ya paksa?"
              Ia mengangkat bahu. "Coba kaiau Sus bisa."
              "Saya bisa," ucapku meyakinkan.
              "Kalau begitu lakukan," tantangnya.
             'Tentu," sahutku, "setelah saya selesai dengan ini,"
        aku mendorong kereta makanan ke luar kamar.
              Ternyata lelaki tua itu benar-benar keras kepala. Aku
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139