Page 139 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 139

128



          yang  kuat memaksaku tidak  mendengarkan  pembicaraart
          mereka.
               Pasangan suami istri itu sudah pulang satu jam yang
          lalu. Jarum arlojiku  menunjuk ke angka sepuluh. Saatnya
          pasien istiharat. Aku masuk ke kamar itu. Bau obat khas ru-
          mah sakit segera menyambutku. Kullhat lelaki itu masih du-
          duk bersandar sambii membaca sesuatu.
               "Pak,"  tegurku  peian, "Sudah jam  sepuluh. Sudah
          waktunya untuk istirahat."
               Lelaki itu menoleh.
               "Lihat," katanya seolah tak mendengarku. "Anak saya
          memberikan ini," dia menyodorkan bacaan yang dipegang-
          nya. Aku mendekat dan segera mengenali buku itu. Bacaan
          Mulia karangan H.B. Jassin.
               "Katanya supaya saya iekas sembuh."
               Kuambii buku itu dari tanggannya dengan lembut dan
          kukan di atas meja.
               "Bapak boleh meneruskannya besok. Sekarang Bapak
          harus tidur."
               Aneh, tak seperti biasanya, kaii ini dia tidak melawan.
          Bahkan, ketika aku menutup gorden kedua dia tidak protes.
          Padahai, kemarin dia marah-marah dan menyuruhku mema-
          sang kelambu yang tipis saja. Saat aku mematikan lampu,
          baruiah dia bersuara.
               "Nyanyikanlah, Sus."
               Aku menoieh heran.
               "Lagu itu  yang kemarin pagi Sus senandungkan saat
          membuka jendeia."
               Aku berdiri mematung. Lagit masa keeilku yang sering
          kunyanyikan dl madrasah dulu bersama teman-temanku.
               "Nyanyikan, Sus. Saya mohon."
               "Tidak seharusnya saya menyanyi, Pak>" toiakku haius.
          "Maafkan saya kalau; kemarin menggarigg« ...."
               "Tidak! Tidak!" potongnyaGepates"Saya mohon sebeHim
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144