Page 143 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 143
132
an tahun. Tapi, ketika anak saya satu-satunya mulai menja-
lankan roda perusahaan itu, saya mulai cemas. Saya seperti
sedang berusaha mengelabui malaikat. DIa teiah membuat
saya malu dengan kebeningan hatinya."
Mulutku terkunci oleh pengakuan jujur dan blak-blakan
Inl. Aku hanya terdiam seoiah baru saja mengaiaml mimpi
yang luar blasa.
"Sus sudah tahu. Saya hanyalah seekor tikus. Tolong-
lah saya supaya bisa kembali pada fitrah saya sebagai ma-
nusia."
Aku tak tahu hams bilang apa. Kamar menjadi hening
selama beberapa menit sampai aku menyadari dia telah ter-
tldur.
l^gl berikutnyay saat aku masuk membawakan sarap-
an, dia sudah duduk beTSattdar sambll merenungi situasi di
iuarjendelai Begitu melihatku, la menyapa.
"Saya tidak merasa iebih balk, Sus," akunya. "Saya ki-
ra waktunya sudah dekat. Tolonglah, berl tahu saya bagai-
mana caranya menghapus kegelisahan inl. Saya percaya Sus
bisa karena Sus teiah mengajari saya menerima takdir."
"Tapi, saya tidak berhak menggurul Bapak
"Sus sekarang berhak karena saya memintanya."
Aku menghela napas.
"A/sa bidzikrillaahi tathmainnul quiuub. Sesungguhnya
hanya dengan mengingat Tuhan dan kembali pada-Nya, hati
menjadi tenteram," ujarku akhirnya. Suasana jadi hening
kecuali jam dinding yang berdetak. Ketika kutinggaikan ka-
marnya, lelaki itu masih termangu.
Aku telah mendapat firasat tentang hal itu. Meskrdemh
kian, saat dokter memberitahuku, tak urung aku terkejut ju-
ga. Tergesa aku masuk ke kamarnya. Di sana telah berkum-
pul dua cucu perempuannya dan seorang cucu laki-lakl yang
kuliah di luar kota, Saat melihatku, la memberi isyarat pada-
ku. Aku mendekat.

