Page 144 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 144

133



             "Tolong Sus," bisiknya lemah. "Beritahu anak saya. Ke-
        luarganya tak boleh makan barang haram."
             Aku tak dapat berkata-kata. Suhu badannya jauh di
        atas normal, napasnya pendek-pendek, dan detak jantung-
        nya tak beraturan.
             "Saya bisa mendengar kepak sayap malalkat yang akan
        menjemput saya," katanya  terpatah-patah.  Matanya ter-
        pejam. Kudekatkan mulutku ke telinganya.
             "Alaa bidzikrillaahi tathmainnul quluub," bislkku sambil
        menggenggam sebelah tangannya. Kedua bola  mata yang
        tertutup Itu bergerak-gerak, bibirnya gemetar. Dadanya naik
        turun semakin iambat. Tak lama kemudian, aku menyadari
        tangan dalam genggamanku telah dingin. Kudengar ketiga
        cucu yang berada di sebelahku terlsak.
             Aku bangkit dengan gontai. Kedua kakiku terasa ium-
        puh, tak mampu menopang berat badanku. Telah berkali-
        kall aku menyaksikan pasien menghadapi maut, namun baru
        kali ini aku merasa begitu terguncang dan terharu, sendiri-
       an, tanpa kerabat dan sahabat, hanya cucunya yang mene-
        mani di saat-saat terakhir.
             Aku tak tahu apakah tobat kakek tua itu akan diterima.
       Tapi, aku lebih tak tahu lagi apa yang harus kukatakan pada
       anak dan menantunya kalau mereka sudah kembali dari ta-
       nah suci nanti.
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149