Page 176 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 176
167
mengakui Tante liatma sebagai pengganti mama. Aku hanya
menghormatinya. Aku lebih TOemillh untuk tinggal sentlirian
di apartemen semenjak aku sduduk di SMA. Walaupun awal-
nya Tante Fatma tidak menyetujuinya, tapi aku terus me-
maksa dengan Papa.
"Gue seneng, Ndie .. elo bisa berubah sampai seperti
ini!" ucap Helen sahabatku suatu hari ketika kami berdua
duduk di salah satu kafe di Plaza Senayan.
"lya, Len ... gue juga bersyukur akhirnya gue ditemuin
sama Yang DI Atas, orang yang kayak Dimas. Gue merasa
beruntung banget dan gue nggak bakalan menyia-nyiakan
kesempatan buat gue bertobat ...." ucapku setuju dengan
omongannya Helen.
"Ya, gue juga ikutan seneng kok, Ndie ... berarti kalo
gue nanti pas di akhirat ditanyain sama nyokap elo, gue
nggak terlalu susah banget jawabnya karena elo sendiri
udah mengakui kesalahan elo dan mau tobat!" ucap Helen
tersenyum dan terlintas ada air mata menggenang di mata-
nya. Kami berpelukan bak prang yang sudah lama tidak ber-
temu.
"Apa sih yang elo keluhin, Ndie?" tanya Helen ketika
kami menunggu giiiran dipangil dokter untuk kedua kaiinya
setelah cek darah.
"Gue rada nggak enak badan saja ... itu doang hanya
Dimas yang terlalu membesar-besarkani" ucapku.
"Kata dokter tadi apa? Pake disuruh tes darah segala?"
tanya Helen.
"Kata dokter, gejala yang kayak gue bisa memungkin-
kan apa saja ... bisa saja paratipus ... atau yang lainnya. Ja-
di, lebih balk untuk amannya mendingan gue di cek darah ...
gitu Iho MbakI" ucapku.
"Tapi, kalo hamil mungkin nggak? Elo kapan terakhir
mens?" tanya Helen.
"Heh, gue baru juga selesai kemaren, Iho! Lagi pula ha-

