Page 40 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 40
29
hormati sebagai perempuan, mempunyai daya tarik, menye-
nangkan, dan suka berpikir. Lalu, aku sempat menduga ala-
sannya adalah karena aku lelah waktu itu. Aku lelah terlalu
banyak berpikir, dan ingin 'menikmati hidup'. Versi lain ada
lah karena aku tidak ingin kehilangan dia sebagai seorang
teman karena memang dia baik sekali terhadap banyak
orang.
Begitu. Pada intinya, setelah Sabtu menjadi hah yang
biasa-biasa saja bagiku, secara instingtif aku mencari jalan
lain bagi komunikasi aku-kepala sekolahku. Setelah lama
kupikirkan, aku mulai menlnggalkan lembaran-lembaran
kertas di kantornya suatu Sabtu—penuh kata dan frase fa-
voritku.
Rupanya dia juga tidak melepas hubungan kami de-
ngan suka rela. Dia selalu mengembalikan kertas-kertasku
yang sudah dikomentarinya pada hah Benin. Aku jadi ber-
semangat kembali.
Namun, dengan alami percakapan tertulis itu berbelok
arah meskipun tidak kehilangan muatan filosofisnya sama
sekali. Kami seakan-akan menjadi sahabat lama yang ke
hilangan tempat berkeluh kesah, padahal tidak mengenal
satu sama lain secara pribadi. Dia mulai menanyakan kehi-
dupanku, dan aku menanyakan perceraiannya. Aku bercerita
tentang pandanganku tentang posisiku sekarang, kebi-
ngunganku sendiri, dan hal-hal yang muncul di tengah per-
jalanan ini. Dia bercerita tentang perubahan pada dirinya
yang dia rasakan setelah kami menghentikan rutinitas verbal
kami, dan pada istrinya, yang menurutnya kemudian meng-
anggapnya 'hilang' dan menjadi 'pendiam'.
Secara egois aku dan dia membangun dunia sunyi.
Namun, sarat makna yang hanya berisikan kejujuran seka-
ligus kata-kata yang tidak pernah terluahkan. Tanpa basa-
basl kututurkan betapa kupercayai bahwa yang kukandung
adalah jiwa kebebasanku sendiri, seperti pada semua ma-

