Page 49 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 49
38
boleh itu. Tiap hari aku harus belajar, bahkan saat liburan.
Tidak boleh bermain di luar rumah. Saat mas-masku ber-
main, aku disuruh belajar memasak, disuruh belajar men-
jahit. Aku tidak boleh bermain dengan mas-masku. Apabila
ada waktu senggang, aku disuruh membersihkan barang-
barang peninggalan almarhum Eyang Kakung di rumah.
Meskipun di rumahku banyak pembantu, tapi aku harus
mencuci dan membersihkan kamar sendiri. Mas-masku juga
sih.
Aku harus hati-hati apabila berbicara. Berbicara harus
yang halus. Bertingkah laku harus sopan, seperti les tata-
krama seumur hidup. Ekstrakurikuler yang disuruh Eyang,
ya, PKK sama komputer. Sebenarnya, aku ingin ikut klub pe-
cinta alam. Tapi, itu kendala utamaku. Bahkan, Bapak pun
kalah dengan Eyang. Dari TK, SD, BMP, sampai SNA, semua
Eyang yang menentukan. Jurusan yang aku ambil ini, Eyang
yang menyuruh. Untung aku juga suka, kalo ndak kan tam-
bah pusing aku. Setiap bulan, Eyang pasti minta laporan ke-
uanganku dan mas-masku. Kalau habis sebelum waktunya,
ndak boleh minta lagi. Pokoknya, risiko ditanggung sendiri.
Kalau Eyang Putri lagi ngomong harus dijawab, lya Eyang,
nda/f boleh membantah. Eyang selalu benar. Apalagi yang
namanya paearan, dulu waktu BMP, ada teman laki-lakiku
yang menelepon, Eyang langsung memarahiku. Beperti itu
saja sudah dimarahi, coba bagaimana kalau paearan
benaran. Tragis ya Ti?"
"Tak tahulah, tapi sepertinya kok malah mengenas-
kan." jawab Anti.
"Apa aku putus aja ya, sama Widi?" Dita bingung.
"Memang ndak ada jalan lain?"
"Tak tahulah. Mana nanti sore aku ada janji sama Widi
beli tas di Mai Malioboro."
"Dooooo, yang paearan. Kayak gitu kok minta putus."
goda Anti sambil berlari menghindari eubitan Dita.

