Page 50 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 50

39





                Senin sore, di Malioboro Mai.
                "Bagus nggak, Dit," tanya Widi sambil menunjukkan
           tas ransel yang berwarna hijau.
                "Bagus kok. Keren." jawab Dita. Tiba-tlba handphone
           Dita  berdering. Dita  melihat siapa peneieponnya, ternyata
           Mas Hanif, kakak tertuanya.
                "Sebentar ya, Wid. Lag! diabsen nih sama Mas Hanif,"
           Dita  meminta izin  Widi. Widi mengangguk sambil melihat
           model tas yang lain. Dita lalu menjawab telepon.
                "Ada apa Mas? lya ... apa!? Di rumah sakit mana!? Ru-
           angannya? lya, ya, sekarang Dita ke sana, ya," air muka Di
           ta berubah pucat.
                "Ada apa Dit?" Widi ikut bingung.
                "Eyang masuk rumah sakit. Aku harus ke sana seka
           rang. Ke rumah sakit, yuk?" ajak Dita tergesa-gesa.
                "lya, ya, sebentar, aku bayar dulu."
                "Cepet!"



                Senin malam, di rumah sakit.
                "Ndak usah, nanti malah bikin masalah baru. Udah ya
           Wid, aku masuk duiu." Dita berlari masuk rumah sakit me-
           ninggalkan Widi yang hanya bisa memandang Dita dengan
           perasaan khawatir.
                Dita bingung mencarl tempat Eyang Putrinya dirawat.
          Setelah diberitahu oleh suster jaga, ia berlari menuju kamar
          yang ditunjuk. Pikiran Dita kacau, bingung, dan cemas.
                "Bagaimana keadaan Eyang, Bu?" tanya Dita setelah
          menemukan ibunya duduk di depan ruang operasi.
                "Jantung Eyang sudah agak baik, tapi belum boleh di
          jenguk. Sekarang Bapakmu sedang menemui dokter yang
          menangani Eyangmu," jawab Ibu.
               "Maafkan Dita, Bu. Dita ..." belum selesai Dita bicara
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55