Page 77 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 77
66
Tak pernah terlintas sedikit pun bagaimana kesepiannya ma
ma sendirian di rumah. Meskipun ada Mbok Inah dan Bang
Mamat, tapi mungkinkah keberadaan mereka sama dengan
keberadaan anak-anaknya. Mas Andis sibuk menyelesaikan
skripsinya, praktis ia tidak pernah pulang ke Malang. Kenapa
aku begitu bodoh terlalu sibuk dengan urusanku sendiri.
Kelopak mataku terasa panas, kubiarkan air mataku
meleleh karena aku memang ingin menangis sepuas-puas-
nya. Kutumpahkan segala kesedihan dan penyesalanku, ku-
keluarkan segala yang menyesak di dadaku.
Kuambil kotak dari tas biruku.
"Mama selamat ulang tahun," gumamku.
Satu per satu kubuka bungkus kotak itu.
"Hanya ini yang dapat kuberikan buat mama."
"Hanya ini yang dapat Lutfie capai," ucapku sambil ku-
keluarkan buku rapor dan beberapa lembar piagam peng-
hargaan.
"Mama, Lutfie sudah berusaha memenuhi permintaan
ma. Lutfie janji akan belajar ilmu umum dan ilmu agama le-
bih keras lagi agar mama bangga di sana. Lutfie janji akan
selalu patuh nasihat kakek dan nenek. Lutfie juga akan ber
usaha agar papa tidak menlkah dengan Tante Dian."
Belum sempat kulanjutkan perkataanku, sehelai daun
menimpa wajahku meskipun saat itu tak ada angin yang
be r hem bus.
Mungkinkah mama tidak suka jika aku memisahkan
Tante Dian dengan papa, pikirku. Mungkinkah hanya kebe-
tulan saja. Tapi> jika hanya kebetulan, mengapa setlap kali
aku berjanji seperti itu selalu adatctanda-tanda yang meng-
isyaratkan tidak setuju dengan maksudku itu.
"IMeng Lutfie," suara ittfemembuyarkan segaia yang ada
di benakku.
Tenggorokan terGekat tak satu pun kata yang dapat ke-
luarv darfc mulutkui^ kutatap baik^balk wajah; keriput yang ada

