Page 74 - Perempuan Penggemar Keringat (2002)
P. 74
63
ini sudah yang kesepuluh Jcalinya aku membukatitasitneski-
pun hanya untuk memastikan kotak hadiahku tidak J<e-
tinggalan.
Setelah turun dari kereta, sengaja kuambil langkah ice-
pat dengan barapan agar dapat segera bertemu dengan ffla-
ma dan ngasih hadiah ini tepat di hari ulang tahunnya. I'ak
kuhiraukan orang-orang yang iaIu-Jalang di sekitarku,'sesaat
kemudian kulihat pintu gerbang stasiun kota Maiang.
"Ah ... senangnya bisa menghirup udara segar kota
Maiang," pikirku lega.
"Lutfie ...." Aku menoleh ke asai suara. Di dekat pohon
cemara kulihat papa dengan Givic s/Zv^er-nya.
"Sial," gerutuku. Kulihat Tante Dian di samping papa.
Aku bend Tante Dian, bahkan sangat bend. Aku akui, dulu
memang sayang banget sama tante Dian. Tapi, itu duiu se-
belum aku tahu kalau ia mencoba mendekati papa. Papa ju-
ga mau saja didekati. Bukankah Tante Dian sahabat baik
mama. Lagi pula masih banyak wanita lain, kenapa harus
Tante Dian.
Aku merasa dnta papa pada mama mulai luntur. Papa
telah mengkhianati dnta mama. Papa tak sayang mama lagi.
Aku bend keduanya. Ingin rasanya pergi jauh dari mereka,
menyakiti hati mereka atau paling tidak tak menghiraukan
mereka. Tapi, pesan kakek selalu mengiang di telingaku
agar tidak mengecewakan papa.
Bagaimana pun dia adalah papamu, erang yang telah
menghadirkanmu." Kata-kata itu seialu menyertai berkobar-
nya kebendanku. Aku nggak tahu kenapa? Setiap kali aku
merasa benci sama papa kata-kata itu pasti muncul, seakan-
akan menggema di setiap tembok yang ada di sekelilingku.
"Kamu makan dulu atau," tawar papa.
"Langsung ke mama," potongku ketus.
Aku sudah berusaha nutup-nutupi segala kekesalanku.
Aku sudah berusaha melawan gelora perasaan yang me-

