Page 61 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
        P. 61
     Antologi Cerpeu Reinaja
       ibuku mencai'i-cari nafas di antara jejalan barang-barang yang
        meski tak seberapa banyak, namun sungguh menyita ruang ini.
       Ibuku tergeletak di atas dkar pandan kecil dan ku tatap vvajah ibu
       penuh guratan di setiap kelopak matanya, semuanya selalu
        menyeretku ke dalam kenestapaannya.
              "Nawan kalau kau sakit, istirahat saja!" kata-kata ibu
       membelai had, terenyuh, selembut kasih ibu kedka membelai
       kepalaku.
              Sebenarnya aku masih cukup kuat untuk nielanjutkan
       kebiasaanku di pagi had. Demi menempuh cita-cita, meski hams
       berjalan hingga ke ujung dunia pun, kakiku akan tetap semangat
       meski hams tertadh-tadh dalam mengamnginya.
              "Nawan, apakah kau akan tetap berangkat?" sekali lagi
       ibuku bemcap dan bagaimanapun caranya, aku akan tetap
       menempuh pendidikaiiku demi membahagiakan ibu.
              Aku tak berani menatap sepasang mata ibu kedka aku
       mencium telapak tangamiya sebagai tanda pamit. Aku juga ddak
       tahu apakah sepasang mata ibu berkaca seperd sepasang mataku.
       Alasan yang mungkin adalah, aku ddak tega membiarkan ibu
       sendiri mengayuh sepi.
              Aku segera  mengakhiri sungkem itu  dan sesegera
       melanjutkan perjalanaiyku  yang panjang. Demi menghemat
       sedikit uang aku rela jika hams berjalan kaki meski kurasakan
       punggungku terasa terbakar erangan matahari. Aku tak berani
       menoleh ke arah ibu yang masih berdiri menunggu sambil
       melambaikan kulit tangannya yang mulai surut. Aku menahan
       air mata yang bergelayut di pelupuk mata. Hanya satu hal yang
       ingin kulakukan, aku tak mau air mata itu jatuh terurai. Itu sudah
      54
     	
