Page 66 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
        P. 66
     "Oh, ini isinya jam tangan pemberian dari Ayah setahun
          yang lalu saat ia berada di Amsterdam."
                 "Bolehaku lihat,San?"
                 Seketika  alis  Ikhsan  mengarah pada kotak kecil  itu
          seakan-akan memberikan isyarat padaku untuk mengambilnya
          sendiri.
                "Owh...suiigguh bagus jam tangan ini, San." Begitu
          terpukaunya diriku melihat jam tangan yamig begitu indah.
          Tentunya aku sadar sepenuhnya kalau jam tangan ini lebih mahal
          dari tangan lusuhku. Hingga terlihat tak sewarna jika aku
          mencoba untuk memakainya.
                 Sembari menikmati alunan musik kopi dangdut dan
          mengamati jam tangan milik Ikhsan tiba-tiba hasratku ingin
          segera sampai di rumah. Rumah ibu yang  dibangun dengan
          papan. Di beberapa bagian depan dan sampingnya ditumbuhi
          oleh tumbuhan rambat dan satu pohon beringin. Ibu sangat rajin
          memangkas tumbuhan itu agar tidak menutup jendela dan
          mengurangi masuknya cahaya  matahari. Hanya tumbuhan
          rambat itu yang mau berbaik hati sekadar pelindung dari terik
          matahari. Akan tetapi, seperti biasa sebelum ke rumah ibu aku
          harus singgah di sebuah TK kecil tempat ibuku mengais rezeki.
          Sekolah yang letaknya tepat di seberang jalan pahlawan dengan
          penuh permainan anak sehingga menambah keceriaan.
                 Tak banyak bicara  Ikhsan langsung  mengemudikan
          Inova silver ke arah gang kecil melewati jalan raya kota Bogor.
          Suasananya  masih  tak  berubah, masih  banyak  kendaraan
          berlalu-Ialang melintasi jalan itu. Begitu banyak gedung-gedung
          pencakar langit yang membentang cakrawala. Sungguh berbeda
                       (I'inkan Kurnia, SMAN Scmaranj;)               59
     	
