Page 63 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
        P. 63
     Antologi Cerpeii Reinaja
       sembilan belas tahun yang lalu. Aku begitu bangga te'i hadap ibu.
       [a membiayaiku dari jerih payah mengayuh becak. Pekerjaamiya
        menjadi mudah ketika ia ditawari untuk mengantar anak-anak
       TK ke sekolah dan mengantarkan pulang usai sekolah. Tentu saja
       pekeijaannya makin mudah, apalagi usianya mendekati senja. Ia
       tak perlu lagi menunggu penumpang atau berebut penumpang
       dengan tukang becak laimiya. Kini, ia bisa mendapatkan uang
       tiap bulamiya.
              Hampir satu jam aku berjalan akhirnya aku berada di
       pelataran gedung-gedung bertingkat dengan hiruk pikuk di
       sekitarnj^a. Aku tak peduli dengan punggungku yang tersengat
       panas penuh jejalan debu-debu kota. Meski aku teringat pada
       sayap putihku yang mungkin telah hangus terbakar sinar sang
       raja slang. Langkah pertama di luar kampus, aku mencoba tak
       menghiraukan orang-orang sebayaku beradu gengsi penuh
       dengan keglamauran yang ada. Ku bersiap diri tuk pergi meraih
       cita-citaku. Bukan untuk menjatii seperti mereka yang tiap hari
       selalu membanggakan kekayaan orang tuanya.
              Sudah lewat tengahhari aku menempuh pendidikanku di
       sebuah kampus terbaik di tengah kota Bogor. Kampus dengan
       gedung-gedung pencakar langit, cat tembok  biru  dengan
       harumnya yang khas, dan berpuluh-puluh pohon rindang
       mengitarinya. Di bawahnya tentu  banyak  mahasiswa
       berkumpul, membaca buku, diskusi, atau sekadar berteduh dari
       panasnya surya.
       56
     	
