Page 68 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
P. 68

lehernya untuk memeras keringat yang mengucur di tubuhnya.
          Harusnya Ibu tidak berpakaian seperti itu, beliau lebih pantas
          mengenakan daster paiijang layaknj'a ibu-ibu yang lain. Akan
          tetapi, ibu hanyalah seorang ibu, seseorang yang mencari nafkah
          dengan mengayuh becak setiap hari. Ibu berdiri di hadapanku
          dengan sebuah guratan senyum manis, menutupi gurat-guratsisi
          di sekitar pelipis dan keningnya.
                 "Ibu, Ibu sudah selesai mengantarkan anak-anak itxi
          pulang? Atau biarkan
           aku yang meneruskan keija  Ibu?" pintaku dengan segala
          kepolosan.
                " Tidak usah Wan, kamu kan juga capek setelah belajar
          daritadi pagi."
         "Tunggu saja ibu di sini, sebelum langit senja ibu pasti pulang,"
          jawab ibu halus menolak permintaanku.

                 Ku melihat ibu  mengarungi jalanan  kota. Sambil
          mengayuh becaknya, pasti Ibu selalu  bercerita  banyak hal

          mengenai peijuangamiya demi membesarkan ku. Terkadang,
          beliau menyelipkan cerita-cerita nabi yang berhubungan dengan
          pengorbanan. Ibu kembali  mengayuh becaknya  dan terus
          bercerita. Ku lihat ketiga anak berseragam TK nampak sangat
          gembira mendengarkan cerita ibu. Sampai tepat di ujung jalan,
          tak ku lihat lagi ibu mengayuh becaknya sambil bercerita. Hanya
          bayangaimya yang sekilas tertinggal, sebentar saja tak tampak.
                 Selang 10 menit ibu pergi mengayuh becak di tengah
          panasnya kota, bayangan ibu mulai tampak di penglihatanku. Ku
          tahu ibu tidak akan membiarkanku untuk menunggu lama.
          Dengan nafas 5'ang  tersengal-sengal sesekali keringat yang

          Men^apni     (I'inkan Kurnia, SMAN Scinarang)               61
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73