Page 73 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
P. 73

Antologi Cerpen Remaja


      pasti mengembalikannya."
             Entah  mengapa ku begilru  malu saat Ikhsan berkata
      seperti itu. Tanpa pikir panjang kedua tanganku memeluk erat
      tubuh sahabatku. Dan Ikhsan  pun  kembali  menepuk
      punggungku, seraya  berkata, "Bahwa semua harus dipikir
      panjang jangan sampai kita jatuh  tersungkur hanya karena
     sebuah ulah yang merugikan diri sendiri dan orang-orang di
     sekitar kita."
             Aku berjalan mantab menyusuri lorong-Iorong kampus,
      ku pulang dengan hati yang sedikit lega. Berharap ada secercah
     kehidupan menanti di rumah ibu.
             Setibaku di rumah, aku melepas sepatu dan kos kakiku,
     ku ambil beberapa uang yangku simpan di bawah kaus kaki. Aku
      melakukan iiti karena aku tidak ingin menghabiskan uang ini.
     Sekilas ku lihat dari jendela tidak ada becak yang biasa bersandar
     di bawah pohon her ingin. Apakah ibu masih bekerja? Bukamaya
     ibu saat ini libur, lantaran TK libur jika hari Sabtu? Begitu banyak
     pertanyaan yang ku ungkap dalam simpul otakku.
            "Kemana becak, Ibu?" tanyaku pada ibu dan ia hanya
     tersenyum.
            "Ibu menjualnya untuk biayamu," jawab ibu.
             Aku menatap sepasang  mata ibu, ibu  mengalihkan
     tatapannya ke arah lain. Ada sesuatu yang menggelayut di mata
     ibu  yang  tidak  ingin  kuketahui. Sepertinya  ia  hendak
     menyembunyikan air matanya dari sepasang mataku. Dan, saat
     itu ibu mengakui bahwa becaknya digadaikan untuk biayaku.
            "Aku tidak pernah bisa meninggalkan harta untukmu
     Wan, aku ingin kau sekolah. Aku ingin meninggalkan ilmu


     66
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78