Page 72 - Menggapai langit, Antologi Cerpen Remaja (2008)
P. 72

cilasan apa yang membuatku seperti ini.






                   Mentari pagi datang bergelantungan. Akan tetapi, serasa
           cahaya  telah  berubah jadi  lembayung. Lembayung  yang
           membentang meneriakkan sepiku yang terpahat karena ulahku
           sendiri. Bermekaran di antara tanaman yang merambat di luar
           jendela rumah. Sungguh pagi yang enggan ku sambut. Ibu masih
           saja diam pagi ini. Tanpa berbicara sepatah katapun, ku beranjak
           diri danberpamitan pada ibu.
                  Seperti  hari biasanya, ku berjalan  melewati gedung-
           gedung bertingkat dan tak menghiraukan keadaan sekitarku.
           Yang kupikirkan saat itu ialah mencari Ikhsan, mengembalikan
           jam tangaimya dan meminta maaf atas semuanya.
                   Ku telusuri lorong-lorong gedung kampus dan mataku
           tak henti-hentinya celingukan mencari-cari siapa tahu teiiihat
           batang hidung Ikhsan. Sambil berlari dengan tergopoh-gopoh
           akhirnya ku temukan dia di aula basket dengan beberapa kawan-
           kawanyang lain.

                  " Ikhsan!!!" teriakku padanya.
                  "Wan, sepertinya terburu-buru sekali."
                   Tanpa pikir panjang ku keluarkan kotak kecil biru langit

            yang dari tadi ku taruh di sakuku.
                  "Ini, San."
                  "Akhirnya kau kembalikan juga. Wan. Sebenarnya waktu
           itu  ku tahu  saat  kau  mengamati jam tangan  itu, lalu
            menyelipkann^^a di bawah ranselmu. Tapi ku yakin bahwa kau


           Men^cjpai l^uigiL... (l^inkan Kurnia, SMAN Scmarang)         65
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77