Page 17 - 2012 STL CTL Berpikir Kritis
P. 17
14
dan prinsip belaka. Sehingga pembelajaran sains yang diperoleh peserta didik di
dalam kelas terkesan jauh dari masalah yang dihadapi peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran sains yang dilakukan pada zaman dulu terkesan bukan untuk
mengembanagkan pemahaman terhadap hakikat alam semesta (natural world),
dan keterampilan intelektual untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Keterampilan intelektuan sangat penting dalam pengembangan sains dan
teknologi. Menurut Holman (1986), pengajaran sains yang telah dilakukan selama
ini hanya dapat dipahami oleh golongan masyarakat tertentu saja (esoteric), terlalu
akademis, dan terlalu jauh dari pengalaman sehari-hari peserta didik.
Pernyataan yang dikemukakan oleh Holman tersebut didasari oleh suatu
kepercayaan bahwa sebenarnya manusia dilahirkan sebagai ahli sains (scientist).
Manusia dilahirkan membawa sifat ingin tahu tentang hal-hal yang ada di sekitar
kita, bahan-bahan yang ada pada tempat hidupnya serta makhluk hidup lain yang
ada di sekitarnya. Hanya beberapa saja dari sifat tersebut yang tersisa di dalam
diri kita. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran sains yang terlalu isoterik, terlalu
akademis, dan terlalu jauh dari pengalaman kehidupan sehari-hari.
Nellist (1986) yang merupakan ketua ASE (Association for Science
Education) pada tahun 1986 merumuskan arah dan kebutuhan dalam pendidikan
sains. Peserta didik diharapkan memperoleh keuntungan dari pembelajaran sains
yang di desain dalam kehidupan nyata, dikaitkan dengan konteks konsep, social,
ekonomi, dan teknologi. Hurd (1991) menyatakan tujuan sentral dalam pendidikan
sains pada tahun 1990-an adalah pemeliharaan terhadap melek sains (sciencetific
literacy) pada diri peserta didik.