Page 116 - Buku Menyikapi Wajah Minangkabau
P. 116
sampai sekarang istilah itu masih melekat di kampung-
kampung untuk sebutan bagi orang Alim Ulama.
Maka terbentuklah kaderisasi yang terarah dan tersusun.
Inilah cikal bakal para mubaligh bumi putra. Dengan ditunjang
akomodasi memadai serta motivasi “Jihad fi-Sabilillah”.
Gerakan mereka berkembang pesat. Beberapa datuk-datuk
bersimpati mewakafkan tanahnya untuk surau. Disinilah pusat
kegiatan belajar-mengajar kajian Islam untuk anak nagari.
Mulailah bersemarak Minangkabau dengan syi’ar Islam.
Melihat fenomena ini para pemangku Adat mulai resah.
Timbul semacam kecemburuan sosial. Pamor mereka merasa
terancam oleh orang-orang siak ini. Masyarakat awam lebih
cendrung minta do’a dan berkah dari Ulama dibanding pituah
Ninik Mamak. Dukun dan paranormal pun merasa kehilangan
pamor oleh popularitas urang siak berkharismatik. Justru
faktor inilah yang tadinya dicemaskan orang Adat. Mereka
mengatakan bisa Kalah Limau dek Bindalu. Itu sebabnya para
pemuka Adat membuat pagar pengamanan antara wilayah
Adat dan Syarak. Silahkan Islam berkembang tapi Adat jangan
diganggu gugat.
Ulama tidak berhak mencampuri kebiasaan yang sudah
diadatkan, seumpama: adu ayam, adu kerbau yang bersifat judi
itu adalah Adat Bamedan Bagalanggang. Minum tuak, candu,
arak adalah Adat Pargaulan. Sihir berupa gayuang, sijundai,
tinggam termasuk budaya Nenek moyang yang tak boleh
dihilangkan. Seolah-olah mereka berkata: siangilah parak
Angku, paga kami usah dirompak. Maksudnya, kita jalan
sendiri-sendiri.
C. ISLAMISASI DI MINANGKABAU
Menyingkap Wajah 87
Minangkabau
Paparan Adat dan
Budaya